Translate

Monday, June 29, 2015

URUNAN



Urun daya (bahasa Inggriscrowdsourcing) adalah proses untuk memperoleh layanan, ide, maupun konten tertentu dengan cara meminta bantuan dari orang lain secara massal, secara khusus melalui komunitas daring.Proses ini sering kali digunakan dalam penggalangan dana maupun aksi sosial, dan dilakukan secara dalam jaringan dan luar jaringan. Cara kerjanya dengan menggabungkan usaha dari beberapa sukarelawan atau pekerja paruh waktu, yang mana masing-masing dari mereka memiliki inisiatif tersendiri untuk mencapai hasil yang maksimal. Istilah "crowdsourcing" adalah lakuran dari "crowd" dan "outsourcing".(wikipedia)

urunan [KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA]

urun v menyumbang; menyokong;
-- pendapat urun rembuk; -- rembuk memberikan sumbang saran; bermusyawarah; urun pendapat;
urun·an n sumbangan; sokongan; iuran 



Tujuan urunan : 
mengumpulkan semua daya,Dana Dan usaha untuk memenuhi
pencapaian tertentu / target



Contoh : 
1. Warga Urunan untuk Sosialisasi Pemilu (http://m.news.viva.co.id/news/read/488912-warga-urunan-untuk-sosialisasi-pemilu)

2. Dana Masih Urunan, Berani Impikan Kapal Perpustakaan. (http://m.jpnn.com/news.php?id=197888)
Karena urunan biasanya bersifat sukarela dan tanpa
paksaan biasanya target atau tujuan membutuhkan waktu yang
sedikit lebih lama dibandingkan dengan iuran yang diwajibkan

Dikelola Dari berbagai sumber
Semoga bermanfaat

Tuesday, June 23, 2015

ISLAH

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
islah/is·lah/ Ar n perdamaian (tt penyelesaian pertikaian dsb);

mengislahkan/meng·is·lah·kan/ v mendamaikan: kalau dl satu golongan terjadi perbedaan pendapat, perlu ada pihak ketiga yg menengahi dan ~ nya  

Islah dalam terminologi arab adalah memperbaiki, berbuat baik atau membuat baik dua kelompok yang bereteru. dalam tradii politik islah memiliki rekonsiliasi atau menyatunya dua kubu yang bersebarangan jalur atau kelompok yang memiliki pandangan berbeda.




dalam konteks ini islah bisa dimaknai dua hal. pertama berbuat baik atau memperbaiki hubungan dengan kelompok -lawan politik- yang selama ini berbeda cara pandang dan yang kedua mengadakan kompromi dialogis degan cara winwin solusion diantara kedua kubu yang bersebrangan.


Apa yang terjadi bila islah tidak tercapai ?

  1. Perpecahan dalam tubuh organisasi kian subur
  2. Munculnya rasa saling curiga antar anggota organisasi
  3. Krisis kepercayaan

Pengadilan menjadi jalan terakhir ketika upaya islah tidak tercapai karena kebuntuan kompromi. 

Semoga bermanfaat

Diolah Dari berbagai sumber

Thursday, June 11, 2015

JUAL AKIK CERTIFIED

Suka gemstone ?
Jenis apa saja yang anda mau ?kami sediakan !!!













Bacan crysocolla
Kalimaya
Anggur bulan
Black opal
Atau suka dengan emerald Colombia ?
Atau jenis lain ?
Hubungi kami SB2000

  1. ANAM : 081358458555/083894241589
  2. Supratto : 082110071207,085694610471 
  3. emails : building_ship@yahoo.com


Tuesday, June 9, 2015

POST POWER SYNDROME



Pengertian Post Power Syndrome
Syndrome adalah kumpulan gejala-gejala negatif, sedangkanpower adalah kekuasaan, dan post adalah pasca.Dengan demikian terjemahan dari post power syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika sudah tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat negatif atau emosi yang kurang stabil.
Secara umum syndrome ini dapat dikatakan sebagai masa krisis pada fase-fase perkembangan tertentu dalam kehidupan. Pada gejala post power syndrome ini terutama akan terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan. Dengan demikian post power syndrome ini bersumber dari kenyataan bahwa dia tersingkir dari posisi, dari lingkungan kerja dan dari kebermaknaan diri sebagaimana teori hirarkhi kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
Post Power Syndrome adalah gejala yang muncul ketika seseorang tidak lagi menduduki suatu posisi sosial, biasanya suatu jabatan dalam institusi tertentu.
Pengertian Syndrome
Arti dari “syndrome” itu adalah kumpulan gejala. “Power” adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post power syndrome kira-kira adalah gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan post power syndrome.
Post power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana ‘penderita’ hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (entah jabatannya atau karirnya, kecerdasannya, kepemimpinannya atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.
Secara umum syndrome ini bisa kita katakan sebagai masa krisis dan kalau digolongkan krisis ini adalah semacam krisis perkembangan. Dalam arti, pada fase-fase tertentu di dalam kehidupan kita, kita bisa mengalami krisis-krisis semacam ini. Pada gejala post power syndrome ini, khususnya adalah krisis yang menyangkut satu jabatan atau kekuasaan, terutama akan terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan. Kalau misalnya dia tidak mendasarkan dirinya pada kekuasaan, gejala ini tidak tampak menonjol.

Tipe kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome
  1. Seseorang yang pada dasarnya memiliki kepribadian yang ditandai kekurang tangguhan mental sehingga jabatan tanpa disadarinya menjadi pegangan, penunjang bagi ketidak tangguhan fungsi kepribadian secara menyeluruh.
  2. Seseorang yang pada dasarnya sangat terpaku pada orientasi kerja dan menganggap pekerjaan sebagai satu – satunya kegiatan yang dinikmati dan seolah menjadi “ istri pertama “ nya. Orang seperti ini akan sangat mengabaikan pemanfaatan masa cuti dengan cara kerja, kerja dan kerja terus.
  3. seseorang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
  4. seseorang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
  5. seseorang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.
Cara untuk mencegah gejala post power syndrome :
1. Pada saat kita melakukan sesuatu atau sebelum menjabat, kita perlu belajar menyadari bahwa segala sesuatu itu adalah karunia dari Allah termasuk kekuasaan dan jabatan. Tugas kita adalah hanya sebagai alat yang dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan-Nya. Jadi, kita ngga boleh mengganggap kuasa/ jabatan yang dipercayakan kepada kita sebagai milik kita yang harus kita pertahankan sepenuhnya.
2. Kita juga harus selalu menyadari bahwa kekuasaan itu tidak bersifat permanen dan kita harus menyiapkan diri apabila suatu ketika kuasa itu lepas dari diri kita. Apabila tiba-tiba kita kehilangan kekuasaan, tetapi kita mempunyai persiapan sebelumnya, maka kita akan lebih tahan menghadapi krisis ini.
3. Sebaiknya selama memegang jabatan, kita tidak memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaan, tetapi kita memikirkan untuk melakukan kaderisasi. Justru karena dengan kita melatih dan mendidik, maka nantinya kita dihargai, karena kita telah melakukan suatu regenerasi dan melakukan pendidikan, tugas mendidik orang lain, bukan karena kekuasaan yang kita miliki.
4. Kita perlu belajar rendah hati, tidak perlu sombong apalagi congkak. Apalagi mengungkit-ungkit kiprah dan hasil kerja keras kita selama ini. Keep low profile.
5. Sebanyak mungkin menanamkan kebaikan selama kita berkuasa. Kalau kita banyak menyakiti hati orang, kita banyak menindas orang, waspadalah bahwa gejala post power syndrome ini dekat dengan kita. Tujuan utama kekuasaan bukan agar kita dihargai orang, tetapi supaya kita berbuat banyak bagi kesejahteraan orang lain.
Post Power Syndrom ibaratkan penyakit kanker yang menular. Dia bisa menggerogoti seluruh jiwa dan harapan yang ada didalam diri si penderita, dan bukan berhenti disitu saja, penyakit ini bisa menular kepada orang-orang yang ada disekitar penderita.

Bekerja adalah suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan hidup. Bekerja juga merupakan rangkaian ibadah untuk mengabdi kepada Tuhan. Bekerja dengan dilandasi skill maka akan menemukan banyak kemudahan. Bekerjadengan rasa kecintaan pada bidang yang digelutinya akan mendatangkan kesuksesan dan kenyamanan sehingga orang dengan mudah dipromosikan, memiliki komunikasi sosial yang terbuka, dan mendapatkan kedudukan di tengah masyarakat. Tetapi dengan bekerja dapat pula membawa pada masalah besar ketika terjadi pemberhentian di tengah-tengah kenikmatan bekerja. Sedangkan tidak bekerja karena pensiun, tidak menjabat lagi pada umumnya ditanggapi oleh banyak orang dengan perasaan negatif dan cenderung secara mental belum siap menerima perubahan itu. Mereka benar-benar mengalamishock (kejutan mental hebat)karena dianggap sebagai kejadian yang merugikan, menimbulkan aib/kenistaan, dan dianggap sebagai hal yang memalukan yang dapat mengakibatkan degradasi sosial. 
Manusia yang bermental lemah dan belum siap secara psikis menghadapi masa pensiun akan mengalami pukulan batin apalagi apabila terjadi pencopotan jabatan yang tidak terhormat maka akan tercabik-cabiklah mentalnya di seluruh masa hidupnya. Pada awalnya bermunculanlah gejala psikis seperti perasaan sedih, takut, cemas, rasa inferior/rendah diri, tidak berguna, putus asa, bingung, yang semuanya jelas mengganggu fungsi-fungsi kejiwaan dan organiknya. Maka tidak lama kemudian semua simptom itu akan berkembang menjadi satu kumpulan penyakit dan kerusakan-kerusakan fungsional. Orang tersebut akan mengalami sakit secara berkepanjangan dengan macam-macam komplikasi, yaitu menderita   penyakit   post-power   syndrome 
Tentunya bagi mental sakit ini telah ada solusinya. Namun terkadang manusia tidak menyadarinya ketika dia masih asyik masyuk bekerja. Persiapan mental untuk dapat menerima apapun yang akan terjadi merupakan cara merawat mental agar tetap sehat. Islam telah mengajarkan dan mengingatkan manusia tentang takdir ”Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (QS. Qomar 49). Sayid Sabiq mengartikan takdir adalah suatu peraturan yang telah dibuat oleh Allah SWT untuk segala yang ada di alam semesta ini. Imam Nawami menambahkan takdir itu sendiri telah ditulis sejak sebelum manusia dilahirkan. Allah mengetahui apa saja yang akan terjadi sesuai dengan waktu yang telah ditetap atau digariskan-Nya. Dalam falsafah Jawa ”nrima ing pandum” akan membuat manusia menjadi nyaman dan tidak mudah putus asa.
Mengatasi Post-Power Syndrome
Terapi untuk meringankan gejala-gejala sindrom pensiun dan untuk memperoleh kembali kesehatan jasmani serta kesejahteraan jiwa mengarah pada integrasi struktur kepribadian, menurut Kartini Kartono (2000) dalam bukunya Hygiene Mental disarankan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(1) Mau menerima semua kondisi baru. yaitu masa pensiun/ purnakarya tersebut dengan perasaan rela, ikhlas, lega, bahagia, karena semua tugas-tugas pokok selaku manusia dan pejabat sudah selesai. Maka kini tiba saatnya pribadi yang bersangkutan belajar menyesuaikan diri lebih baik lagi terhadap tuntutan situasi-kondisi baru yang masih penuh tantangan, yang harus dijawab dan dijalani.
(2) Masa purnakarya ini diantisipasikan sebagai pengalaman baru, atau sebagai satu periode hidup baru, yang mungkin masih akan memberikan kesan-kesan indah dan menakjubkan di masa mendatang. Pribadi yang bersangkutan harus bisa menerima, bahwa masa lampau memang sudah lewat, dan harus dilupakan atau dilepaskan dengan perasaan tulus ikhlas. Dan tidak mengharapkan pengulangan kembali pengalaman lama dengan rasa kerinduan mitis (mitos) atau secara sentimentil.
(3) Segala kebahagiaan, dan puncak kehidupan yang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, juga semua ujian dan derita-nestapa sudah dilalui dengan hati pasrah. Namun perjalanan hidup seterusnya masih harus dilanjutkan dengan ketabahan dan rasa tawakal. Sebab pada masa usia tua ini masih saja ada misi-misi hidup yang harus diselesaikan sampai tuntas; di samping harus memberikan kebaikan dan kecintaan kepada lingkungan sekitar.
(4) Peristiwa kepurnakaryaan supaya diterima dengan kemantapan hati sebagai anugerah Ilahi, dan sebagai kebahagiaan yang diberikan oleh lingkungan masyarakat manusia sebagai edisi hidup baru yang harus diisi dengan darmabakti dan kebaikan. Memang tidak banyak yang bisa dilakukan oleh para mantan pada sisa hidupnya yang sudah “senja”. Tetapi setidak-tidaknya seperti keindahan panorama senja yang masih memberikan kecemerlangan mistis yang gilang-gemilang, memberikan kebaikan kepada anak-cucu, generasi penerus serta masyarakat pada umumnya.
(5) Sebaiknya tidak melakukan pembandingan dengan siapa atau apapun juga; sebab usaha sedemikian itu akan sia-sia, dan menjadikan hatinya “nelangsa“, serta meratap sedih, ngresula/kecewa. Ada kalanya bisa memacu diri-nya untuk berbuat “ngaya” di luar batas kemampuan sendiri dan tidak wajar. Setiap relasi sosial yang baru di masa sekarang, sudah tidak lagi dibebani oleh ikatan dan kekecewaan macam apapun. Hidup ini dihadapi dengan hati tulus, polos, sabar, narima, jernih.
(6) Membebaskan diri dari nafsu-nafsu, ambisi-ambisi, keinginan berkuasaan atau nafsu untuk memiliki. Apa yang didambakan dalam sisa hidup sekarang ialah: tenang, damai dan sejuk di hati. Kalbunya sudah mantap, tidak terbelah oleh macam-macam kontradiksi, ambisi, dan fikiran khayali. Sebab sekarang sudah menjadi pribadi yang mampu menyambut akhir hayat dengan senyum dan kemantapan.

Bagi jiwa-jiwa yang menerima, maka segala apa pun yang kan terjadi di depannya akan mampu dihadapi dengan besar hati. Karena dari setiap kejadian pasti ada hikmah yang menyertainya. Setiap kita hendaknya sadar bahwa dimensi kesehatan bukan hanya jasmaniah saja, tetapi rohani (mentalitas) juga memegang peranan penting (important role) dalam menentukan kesehatan seseorang. Awali segala sesuatu dengan pikiran positif (positive thingking/huznudzon) sehingga mental-mental positif dalam diri kita akan tumbuh dengan subur. Mari kita wujudkan cita-cita Indonesia Sehat dimulai dari diri kita masing-masing, keluarga dan lingkungan sekitar kita.
Contoh : 
Power Syndrome SBY, Reaktif Terfitnah dan Terzolimi – Power Sysndrome itu nyata ada, SBY sepertinya mengalaminya. Ketika sudah tidak berdaya karena tidak pegang kekuasaan, maka sekarang rajin mengelu dan curhat tentang keterzolimannya, tentang keterfitnahannya. Ini sangat berbeda ketika dulu SBY berkuasa selama 10 tahun, sekarang SBY rajin mengumumkan bahwa dirinya terfitnah dan terzolimi.
Power Syndrome SBY, Reaktif Terfitnah dan Terzolimi
Power Syndrome SBY, Reaktif Terfitnah dan Terzolimi
Rezim itu persis seperti rombongan tukang bangunan yang harus merenovasi sebuah bangunan. Ketika rombongan tukang itu menemukan beberapa pengerjaan yang kurang baik yang dikerjakan oleh rombongan tukang terdahulu maka teriak-teriaklah mereka. Pasang kaso kurang lurus, sudut kurang siku, pasang kusen kurang ngelot, penyambungan listrik terbalik-balik, pipa pralon kurang dilem sebagaimana mestinya, ngecat belang-belang, ruangan tidak siku. Itulah hal-hal yang diteriakkan oleh rombongan tukang baru, dan biasanya dengan gagahnya menyalahkan rombongan tukang lama.
Demikian juga dengan rezim, dimana masalahnya sangat lebih komplek, sangat lebih rumit, sarat kepentingan, sangat ruwetlah. Untuk menghibur diri dan memupuk rasa percaya diri maka yang dilakukan adalah menyalahkan rezim sebelumnya. Rezim baru mewarisi pertumbuhan ekonomi yang hanya 4,7 % dari rezim SBY,  Rezim SBY tidak berupaya membubarkan PETRAL bahkan Sudirman Said nyata-nyata menyatakan bahwa upaya pembubaran PETRAL berhenti di meja SBY, Korupsi merajalela di jaman SBY bahkan ketika SBY berdiri paling depan untuk memberantas korupsi maka anak buahnya pesta pora.
Ketika sekarang SBY sudah tidak memegang tampuk kekuasaan, maka tabiat lama muncul kembali, yaitu menggunakan pencitraan terzolimi, pencitraan teraniaya. Wajar saja karena dengan cara itu SBY bisa melesat mengalahkan mentornya yaitu Megawati. Waktu itu Taufik Kiemas mengatakan :”Jendral kok cengeng seperi anak kecil, mengeluh kemana-mana hanya karena tidak diajak rapat”. Ucapah taufik Kiemas menjadi titik balik luar biasa, sekarang muncul lagi hujatan-hujatan, siapa tahu salah satu hujatan itu akan melambungkan lagi nama SBY. Ya sekarang SBY mengalami power sysndrome, reaktif teraniaya, reaktif terzolimi dan reaktif terfitnah.
Semoga bermanfaat 

Sumber :
  1.  jengpanca.WordPress.com
  2. http://alexmulyoto.com/tag/power-syndrome-sby/

Monday, June 8, 2015

POLIGAMI



1.    Pengertian Poligami
Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa yunani, yaitu polus yang berarti banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila pengertian kata ini digabungkan, maka poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan.
Pengertian poligami, menurut bahasa Indonesia, adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
2.    Sejarah Poligami
Berabad-abad sebelum Islam di wahyukan, masyarakat manusia di belahan dunia telah mengenal dan mempraktekkan poligami. Poligami di praktekkan secara luas oleh Yunani, Persia dan Mesir Kuno.Di Jazirah Arab sebelum Islam sudah mempraktekkan poligami, akan tetapi poligami yang tidak terbatas. Sejumlah riwayat menceritakan bahwa rata-rata pemimpin suku saat itu mempunyai puluhan istri, bahkan tidak sedikit kepala suku memiliki istri sampai seratus.
Bahkan didalam Injil Perjanjian Lama menceritakan bahwa Nabi Dawud mempunyai istri tiga ratus orang, dan Nabi Sulaiman mempunyai istri tujuh ratus orang istri.
Maka dari itu setelah munculnya Islam para wanita mendapatkan perlakuan yang tidak merendahkan martabat dan harga diri seorang wanita. Setelah turunnya Q.S. an-Nisa’ : 3 Islam membatasi jumlah istri hanya empat itupun dengan ketentuan harus adil. Bunyi dari QS. an-Nisa’ ayat3


Artinya : “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Tetapi  jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Sementara dalam hal pernikahan Rasulullah SAW dengan sembilan istri itu merupakan kekhususan yang Allah berikan kepada Nabi SAW, karena kebutuhan dakwah ketika hidup dan kebutuhan umat terhadap mereka setelah Nabi wafat.
Dan oleh sebab itu Nabi SAW memerintahkan semua laki-laki yang mempunyai istri lebih dari empat agar menceraikan istri-istrinya yang lain sehingga setiap suami maksimal memiliki istri empat. Menurut Al-Aqqad (ulama asal Mesir) menyimpulkan bahwa Islam tidak mengajarkan poligami, tidak juga memandang positif apalagi mewajibkan, Islam hanya membolehkan dengan syarat yang sangat ketat.  Dalam prakteknya di masyarakat, mayoritas umat Islam hanya berpangku pada diperbolehkannya berpoligami, akan tetapi mengabaikan syarat yang ketat bagi diperbolehkannya itu.
Perkembangan poligami dalam sejarah manusia mengikuti perkembangan pola pandang masyarakat terhadap kaum perempuan. Pada masa dimana masyarakat kedudukan dan derajat wanita itu hina, dan pada saat itu poligami menjadi subur, dan sebaliknya pada masa masyarakat memandang kedudukan dan derajat wanita terhormat poligamipun berkurang. Dengan demikian, perkembangan poligami mengalami pasang surut dan mengikuti tinggi-rendahnya kedudukan  derajat seorang wanita.
Dan ketika Islam datang, kebiasaan poligami tidak serta merta dihapuskan. Namun setelah ayat tentang poligami diwahyukan, lalu Nabi SAW melakukan perubahan yang sesuai dengan petunjuk ayat al-Qur’an yang turun. Perubahan yang dilakukan oleh Nabi SAW menyangkut dua hal:
1)        Membatasi jumlah bilangan istri hanya sampai empat. Dalam sejumlah riwayat memaparkan pembatasan poligami tersebut diantaranya yaitu dari Naufal ibn Muawiyah. Ia berkata : “Ketika aku masuk islam, aku memiliki lima istri. Rasulullah berkata :”Ceraikanlah yang satu dan pertahankanlah yang empat. Pada riwayat lain menyebutkan (Qais ibn Tsabit) berkata: “Ketika masuk islam aku punya delapan istri. Aku menyampaikan hal itu kepada Rasulullah dan beliau berkata : “pilihlah dari mereka empat orang”. Riwayat yang lain dari Ghailan ibn Salamah Al-Tsaqafi menjelaskan bahwa dirinya punya sepuluh istri, lali Rasulullah bersabda: “pilihlah empat orang dan ceraikan yang lainnya”.
2)         Menetapkan syarat yang ketat bagi poliigami, yaitu harus mampu berlaku adil. Persyaratan yang diperuntukan bagi yang diperbolehkannya berpoligami itu sangat berat, dan hampir-hampir dapat dipastikan tidak ada yang dapat memenuhinya. Artinya, Islam memperketat syarat poligami sedemikian rupa sehingga laki-laki tidak dapat lagi semena-mena terhadap istri mereka. Dengan demikian terlihat bahwa poligami dimasa Islam sangat berbeda dengan poligami sebelum islam. Perbedaan itu menonjol dalam dua hal:
a)    Pada bilangan istri dibatasi empat. Pembatasan istri pada masa itu sangat berat karena laki-laki sudah terbiasa dengan banyak istri, lalu mereka di suruh untuk memilih empat dan menyeraikan yang lain.
b)    Syarat poligami yaitu berlaku adil. Sebelumya, poligami tidak ada syarat apa pun, termasuk yaitu syarat keadilan. Dan pada saat itu berakibat poligami banyak membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi kaum wanita, karena pada saat itu laki-laki tidak terikat pada keharusan untuk berlaku adil, sehingga mereka berbuat sesuka hati dan mengikuti nafsunya.
3.      Batasan Boleh dan Tidaknya Poligami
Pembolehan poligami diberikan dengan pembatasan-pembatasan yang berat, pembatasan-pembatasan itu terdapat dalam :
a.         Pembatasan jumlah istri
        Berpoligami itu dibolehkan apabila mempunyai dua orang istri, atau menjadi tiga orang istri, atau sebanyak-banyaknya menjadi empat orang istri. Tidak boleh lebih. Akan tetapi sebagian golongan Syiah berpendapat bahwa maksimum beristri banyak itu adalah dengan menjumlahkan angka dua tambah tiga tambah empat sehingga menjadi sembilan orang. Padahal hal itu tidak dibenarkan.
Petunjuk pembatasan tersebut disimpulkan dalam QS.An-Nisa:3 dan juga ditegaskan dengan sebuah hadits Rosul. Rosul menyuruh Gailan bin Salamah al-Tsaqafy yang baru masuk Islam dulunya ia seorang musyrik Mekah yang mempunyai istri sepuluh orang. Lalu Nabi menyuruhnya untuk menceraikan istri-istrinya dan hanya meneruskan hubungan perkawinannya dengan empat orang saja.  
b.         Akan sanggup adil antara istri-istrinya
Setiap istri berhak mendapatkan hak-haknya dari suaminya berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah, dan lain-lain, yang diwajibkan oleh Allah swt. Dalam hal ini hendaklah tidak ada ketakutan atau kekhawatiran bahwa suami tidak sanggup adil antara sesame istrinya itu. Kalau suami, dianggap mugkin tidak adil di antara istri-istrinya itu nantinya, dia tidak boleh kawin lagi untuk yang kedua atau seterusnya.
            Firman Allah swt :
Artinya : “kalau kamu merasa khawatir akan tidak berlaku adil, maka hendaklah kamu menikah dengan seorang saja”.
           
            Dan Rasulullah saw bersabda :
Artinya : “Barang siapa yang mempunyai dua istri, lalu ia cenderung kepada salah seorang diantaranya dan tidak berlaku adil antara mereka bardua, maka kelak di hari kiamat ia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah” (H.R.Ahmad Ibn Hanbal).
c.    Jangan ada hubungan saudara antara istri yang telah ada dengan calon istri yang akan dikawini lagi.
Islam menetapkan poligami untuk memelihara keluarga Muslim dan memelihara kaum wanita, oleh sebab itu agama Isam melarang seorang laki-laki mengumpulkan dua orang wanita yang kakak-beradik, atau ibu dan anaknya, atau seorang wanita dengan saudara ayahnya atau dengan saudara ibunya. Itu semuanya adalah agar supaya keluarga Muslim itu dapat memelihara berlangsungnya kasih-sayang di dalamnya, dan mempersempit pengaruh perasaan cemburu agar tidak sampai melewati wanita-wanita yang bermadu itu, dan supaya rasa cemburu itu terarah menjadi perlombaan dan bukan menjadi alat silaturrohmi antara keluarga-keluarga yang dekat dan jauh.
Sebagai dasar peluasan ini dipergunakan alasan hadits Rosul. Rosul berkata: “Tidak boleh dinikahi seorang perempuan bersama-sama dengan bibik atau mak tuanya”, diriwayatkan oleh Abu Dawud.
4.      Problematika Poligami
a.    Secara psikologis semua istri akan merasa cemburu dan sakit hati bila melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain karena didorong oleh rasa cinta setianya yang dalam kepada suaminya.
b.    Istri merasa imperior seolah-olah suaminya berbuat demikian lantaran ia tidak mampu memenuhi kebutuhan biologisnya.
c.    Dalam poligami suami tidak diwajibkan untuk berlaku adil dalam cinta, melainkan hanya dituntut pada hal-hal yang bersifat materi, justru akan memperkeruh suasana.
d.   Timbulnya permusuhan atau pertentangan antara istri yang satu dengan yang lain. Disebabkan oleh faktor kelemahan sikap suami dan ketidak mampuannya menetapkan keadilan kepada istri-istrinya.
e.    Timbulnya pertengkaran kecil bisa menjadi besar bahkan tidak jarang sampai terjadi saling membunuh antar istri-istri.

Contoh beberapa keluarga yang berhasil berpoligami : 


Poligami Mantan Presiden PKS

Poligami Pengusaha Ayam Bakar

Poligami Anis Matta

Poligami Ustad Arifin Ilham


Poligami bukan praktik yang terbatas pada agama Islam, tetapi telah dikenal dalam sejarah Ahli Kitab, orang-orang Yahudi dan Kristen. Hanya saja di akhir zaman, para agamawan mereka melarang begitu. Namun, ketika kita melihat ke sejarah awal agama, kita akan menemukan bahwa politigami merupakan praktek yang dapat diterima, jika tidak didorong.


Poligami dalam Yudaisme

Poligami ada di antara bangsa Israel sebelum zaman Musa. Mereka tidak membatasi jumlah perkawinan yang bisa dilakukan seorang suami.
Mari kita lihat beberapa ayat dari Perjanjian Lama yang membolehkan poligami. Dalam kitab Keluaran 21:10, seorang pria dapat menikah dengan wanita tanpa batas. Dalam kitab Samuel 5:13; 1 Tawarikh 3:1-9, 14:3, Raja Daud memiliki enam istri dan sejumlah selir. Dalam Raja-raja I ayat 11:3, Raja Salomo mempunyai 700 istri dan 300 selir. Dalam Tawarikh II 11:21, Salomo putra Raja Rehabeam mempunyai 18 istri dan 60 selir. Dalam kitab Ulangan 21:15 “Apabila seorang mempunyai dua orang isteri , yang seorang dicintai dan yang lain tidak dicintainya, dan mereka melahirkan anak-anak lelaki baginya, baik isteri yang dicintai maupun isteri yang tidak dicintai, dan anak sulung adalah dari isteri yang tidak dicintai.”
Ada lebih banyak ayat dari Perjanjian Lama yang membolehkan poligami.
Encyclopedia Yahudi menyatakan: “Sementara tidak ada bukti tentang poliandri primitif di tengah masyarakat Yahudi, poligami tampaknya telah menjadi lembaga mapan, berasal dari masa yang paling kuno dan modern yang relatif bertahan hingga hari ini.”
Praktek umum lainnya adalah mengambil selir. Di kemudian hari, Talmud Yerusalem membatasi sesuai kemampuan suami untuk menjaga istri dengan baik. Namun beberapa rabi menasihati bahwa seorang laki-laki tidak boleh lebih dari empat istri. Poligami dilarang dalam Yudaisme oleh para rabbi, bukan Tuhan.
Rabbi Gershom ben Yehuda terbilang orang yang melarang poligami pada abad ke-11. Namun poligami masih dipraktikkan di antara 180.000 Israel nomad. Ia juga sering terjadi di antara orang-orang Yahudi yang tinggal di Yaman, dimana rabi mengizinkan orang Yahudi untuk menikah hingga empat istri. Dalam Israel modern, di mana seorang istri tidak dapat melahirkan anak atau secara mental sakit, para rabi memberikan suami hak untuk menikahi wanita kedua tanpa menceraikan istri pertamanya.

Poligami dalam Agama Kristen:

Sejarah mengatakan bahwa poligami dipraktekkan di kalangan orang Kristen, tampaknya ada beberapa resolusi yang menghentikannya. Pada abad kedelapan Charlemagne memegang kekuasaan atas gereja dan negara, dan ia sendiri mempraktekkan poligami. St Agustinus tampaknya telah mengamati bahwa di dalam poligami tidak ada unsur percabulan atau dosa, dan menyatakan bahwa poligami itu bukan suatu kejahatan.
Dalam buku The Good of Marriage (pasal 15, ayat 17), ia menyatakan bahwa poligami itu sah dilakukan para uskup di masa lalu.” Dia menolak untuk menghakimi para leluhur, tapi tidak menyimpulkan dari praktek mereka untuk menerima poligami. Selama Reformasi Protestan, Martin Luther berkata, “Aku akui bahwa jika seorang pria ingin menikah dua istri atau lebih, saya tidak bisa melarang karena hal itu tidak bertentangan dengan Kitab Suci.”
Gereja-gereja Afrika telah lama mengakui poligami. Di awal sejarahnya, The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints mempraktikkan poligami di Amerika Serikat. Ada beberapa kelompok murtad yang meninggalkan gereja setelah gereja melarangnya. Poligami di antara kelompok-kelompok ini tetap berlangsung hingga hari ini di Utah, juga di negara-negara tetangga, maupun di antara individu yang terisolasi dari afiliasi gereja dan tidak terorganisir.
Menurut Pastur Eugene Hillman, “Dalam Perjanjian Baru tidak ada perintah eksplisit bahwa perkawinan harus monogami, ataupun perintah eksplisit yang melarang poligami.” Gereja di Roma melarang poligami dalam rangka untuk menyesuaikan diri dengan budaya Yunani-Romawi yang mengajarkan monogamis di satu sisi, namun mengesahkan pergundikan dan pelacuran di sisi lain.
Dalam Alkitab, Yesus tidak pernah menolak ajaran lama, bahkan ia mengatakan, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Matius 5:17-18).
 undang yang mengatur  poligami
Masalah poligami merupakan salah satu isuyang diatur dalam Hukum Perkawinan di Indonesia dan undang-undang ini bersifat nasional, yakni berupa Undang-UndanNo. Tahun 1974 tentang Perkawinan,Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Ada beberapa aturan atau undang-undang yang merupakan dasar dalam menentukan hukum dari poligami antara lain:

1.      Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Dalam UU No.1 Tahun 1974, yang berkaitan dengan poligami adalah pasal 3, 4 dan 5. Adapun bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
a)      Pasal 3 (1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. seorang isteri hanya boleh mempunyai seorang suami.  (2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
b) Pasal 4 (1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebuta dalam pasal 3 (2) UU ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.  (2) Pengadilan dimaksud dalam dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
1)      isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
2)      issteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tak dapat disembuhkan
3)      isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
c)      Pasal 5 (1) Untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud dalan pasal 4 (1) UU ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)      adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.
2)      adanya kepastian bahwa suami menjamin keperluan- keperluan hidup, isteri-isteri danak-anak mereka.
3)      adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
2.      Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selam sekurang-kurangnya 2 (dua tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.
D.    Tata Cara Berpoligami
Tata cara poligami diatur dalam Pasal 4 dan 5 UU No. 1 Tahun1974 jo. Pasal 40 sampai dengan Pasal 44 PP No. 9 Tahun 1975, yang menetapkan sebagai berikut :
1.      Seorang suami yang bermaksud beristeri lebih dari satu, wajib mengajukan permohonan secara tertulis, disertai dengan alasanalasan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 4 dan 5 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 41 PP No. 9 Tahun 1975, kepada Pengadilan. Bagi suami yang beragama Islam permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama.
2.      Pemeriksaan permohonan poligami harus dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampirannya.
3.      Dalam melakukan pemeriksaan ada dan tidaknya alasan-alasan dan syarat-syarat untuk poligami, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isterinya yang bersangkutan.
4.      Apabila Pengadilan berpendapat, bahwa cukup bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberi putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.
Khusus mengenai suami yang beragama Islam, Menteri Agama pada tanggal 19 Juli 1975 mengeluarkan Peraturan No. 3 Tahun 1975, tentang Kewajiban Pencatat Nikah dan Tata Kerja Pengadilan Agama dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perkawinan bagi yang beragama Islam. Peraturan Menteri Agama tersebut baru berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975.
Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975, adalah pelaksanaan teknis yang harus dipatuhi oleh hakim. Pengadilan Agama dalam memberikan putusan/penetapan izin poligami maupun oleh Pejabat Nikah dalam menyelenggarakan perkawinan. Ketentuan-ketentuan dari Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun1975 yang berkaitan dengan tata cara poligami, yaitu Pasal 14 yang menetapkan sebagai berikut :
1.      Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya dengan membawa kutipan akta nikah dan surat-surat lainnya yang diperlukan;
2.      Pengadilan Agama kemudian memeriksa hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) PP No. 9 Tahun1975;
3.      Pengadilan Agama dalam melakukan pemeriksaan, harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan sebagaimanadiatur dalam Pasal 42 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975;
4.      Apabila Pengadilan Agama berpendapat, bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang kepada pemohon yang bersangkutan.
Permohonan izin beristeri lebih dari seorang tidak mengandung sengketa, oleh sebab itu pada hakekatnya merupakan tindakan administratif. Dalam Hukum Acara Perdata, hal ini merupakan Jurisictio Voluntaria, yang pemeriksaan dan putusannya merupakan tindakan adminitratif, sedangkan bentuk putusan dalam Jurisdictio Voluntaria merupakan penetapan (beschiking). Selanjutnya apabila belum ada izin dari pengadilan untuk beristri lebih dari seorang, maka Pegawai Pencatat Perkawinan dilarang melangsungkan, mencatat atau menyaksikan poligami.


Diolah Dari berbagai sumber