Translate

Tuesday, June 9, 2015

POST POWER SYNDROME



Pengertian Post Power Syndrome
Syndrome adalah kumpulan gejala-gejala negatif, sedangkanpower adalah kekuasaan, dan post adalah pasca.Dengan demikian terjemahan dari post power syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika sudah tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat negatif atau emosi yang kurang stabil.
Secara umum syndrome ini dapat dikatakan sebagai masa krisis pada fase-fase perkembangan tertentu dalam kehidupan. Pada gejala post power syndrome ini terutama akan terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan. Dengan demikian post power syndrome ini bersumber dari kenyataan bahwa dia tersingkir dari posisi, dari lingkungan kerja dan dari kebermaknaan diri sebagaimana teori hirarkhi kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
Post Power Syndrome adalah gejala yang muncul ketika seseorang tidak lagi menduduki suatu posisi sosial, biasanya suatu jabatan dalam institusi tertentu.
Pengertian Syndrome
Arti dari “syndrome” itu adalah kumpulan gejala. “Power” adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post power syndrome kira-kira adalah gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan post power syndrome.
Post power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana ‘penderita’ hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (entah jabatannya atau karirnya, kecerdasannya, kepemimpinannya atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.
Secara umum syndrome ini bisa kita katakan sebagai masa krisis dan kalau digolongkan krisis ini adalah semacam krisis perkembangan. Dalam arti, pada fase-fase tertentu di dalam kehidupan kita, kita bisa mengalami krisis-krisis semacam ini. Pada gejala post power syndrome ini, khususnya adalah krisis yang menyangkut satu jabatan atau kekuasaan, terutama akan terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan. Kalau misalnya dia tidak mendasarkan dirinya pada kekuasaan, gejala ini tidak tampak menonjol.

Tipe kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome
  1. Seseorang yang pada dasarnya memiliki kepribadian yang ditandai kekurang tangguhan mental sehingga jabatan tanpa disadarinya menjadi pegangan, penunjang bagi ketidak tangguhan fungsi kepribadian secara menyeluruh.
  2. Seseorang yang pada dasarnya sangat terpaku pada orientasi kerja dan menganggap pekerjaan sebagai satu – satunya kegiatan yang dinikmati dan seolah menjadi “ istri pertama “ nya. Orang seperti ini akan sangat mengabaikan pemanfaatan masa cuti dengan cara kerja, kerja dan kerja terus.
  3. seseorang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
  4. seseorang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
  5. seseorang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.
Cara untuk mencegah gejala post power syndrome :
1. Pada saat kita melakukan sesuatu atau sebelum menjabat, kita perlu belajar menyadari bahwa segala sesuatu itu adalah karunia dari Allah termasuk kekuasaan dan jabatan. Tugas kita adalah hanya sebagai alat yang dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan-Nya. Jadi, kita ngga boleh mengganggap kuasa/ jabatan yang dipercayakan kepada kita sebagai milik kita yang harus kita pertahankan sepenuhnya.
2. Kita juga harus selalu menyadari bahwa kekuasaan itu tidak bersifat permanen dan kita harus menyiapkan diri apabila suatu ketika kuasa itu lepas dari diri kita. Apabila tiba-tiba kita kehilangan kekuasaan, tetapi kita mempunyai persiapan sebelumnya, maka kita akan lebih tahan menghadapi krisis ini.
3. Sebaiknya selama memegang jabatan, kita tidak memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaan, tetapi kita memikirkan untuk melakukan kaderisasi. Justru karena dengan kita melatih dan mendidik, maka nantinya kita dihargai, karena kita telah melakukan suatu regenerasi dan melakukan pendidikan, tugas mendidik orang lain, bukan karena kekuasaan yang kita miliki.
4. Kita perlu belajar rendah hati, tidak perlu sombong apalagi congkak. Apalagi mengungkit-ungkit kiprah dan hasil kerja keras kita selama ini. Keep low profile.
5. Sebanyak mungkin menanamkan kebaikan selama kita berkuasa. Kalau kita banyak menyakiti hati orang, kita banyak menindas orang, waspadalah bahwa gejala post power syndrome ini dekat dengan kita. Tujuan utama kekuasaan bukan agar kita dihargai orang, tetapi supaya kita berbuat banyak bagi kesejahteraan orang lain.
Post Power Syndrom ibaratkan penyakit kanker yang menular. Dia bisa menggerogoti seluruh jiwa dan harapan yang ada didalam diri si penderita, dan bukan berhenti disitu saja, penyakit ini bisa menular kepada orang-orang yang ada disekitar penderita.

Bekerja adalah suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan hidup. Bekerja juga merupakan rangkaian ibadah untuk mengabdi kepada Tuhan. Bekerja dengan dilandasi skill maka akan menemukan banyak kemudahan. Bekerjadengan rasa kecintaan pada bidang yang digelutinya akan mendatangkan kesuksesan dan kenyamanan sehingga orang dengan mudah dipromosikan, memiliki komunikasi sosial yang terbuka, dan mendapatkan kedudukan di tengah masyarakat. Tetapi dengan bekerja dapat pula membawa pada masalah besar ketika terjadi pemberhentian di tengah-tengah kenikmatan bekerja. Sedangkan tidak bekerja karena pensiun, tidak menjabat lagi pada umumnya ditanggapi oleh banyak orang dengan perasaan negatif dan cenderung secara mental belum siap menerima perubahan itu. Mereka benar-benar mengalamishock (kejutan mental hebat)karena dianggap sebagai kejadian yang merugikan, menimbulkan aib/kenistaan, dan dianggap sebagai hal yang memalukan yang dapat mengakibatkan degradasi sosial. 
Manusia yang bermental lemah dan belum siap secara psikis menghadapi masa pensiun akan mengalami pukulan batin apalagi apabila terjadi pencopotan jabatan yang tidak terhormat maka akan tercabik-cabiklah mentalnya di seluruh masa hidupnya. Pada awalnya bermunculanlah gejala psikis seperti perasaan sedih, takut, cemas, rasa inferior/rendah diri, tidak berguna, putus asa, bingung, yang semuanya jelas mengganggu fungsi-fungsi kejiwaan dan organiknya. Maka tidak lama kemudian semua simptom itu akan berkembang menjadi satu kumpulan penyakit dan kerusakan-kerusakan fungsional. Orang tersebut akan mengalami sakit secara berkepanjangan dengan macam-macam komplikasi, yaitu menderita   penyakit   post-power   syndrome 
Tentunya bagi mental sakit ini telah ada solusinya. Namun terkadang manusia tidak menyadarinya ketika dia masih asyik masyuk bekerja. Persiapan mental untuk dapat menerima apapun yang akan terjadi merupakan cara merawat mental agar tetap sehat. Islam telah mengajarkan dan mengingatkan manusia tentang takdir ”Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (QS. Qomar 49). Sayid Sabiq mengartikan takdir adalah suatu peraturan yang telah dibuat oleh Allah SWT untuk segala yang ada di alam semesta ini. Imam Nawami menambahkan takdir itu sendiri telah ditulis sejak sebelum manusia dilahirkan. Allah mengetahui apa saja yang akan terjadi sesuai dengan waktu yang telah ditetap atau digariskan-Nya. Dalam falsafah Jawa ”nrima ing pandum” akan membuat manusia menjadi nyaman dan tidak mudah putus asa.
Mengatasi Post-Power Syndrome
Terapi untuk meringankan gejala-gejala sindrom pensiun dan untuk memperoleh kembali kesehatan jasmani serta kesejahteraan jiwa mengarah pada integrasi struktur kepribadian, menurut Kartini Kartono (2000) dalam bukunya Hygiene Mental disarankan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(1) Mau menerima semua kondisi baru. yaitu masa pensiun/ purnakarya tersebut dengan perasaan rela, ikhlas, lega, bahagia, karena semua tugas-tugas pokok selaku manusia dan pejabat sudah selesai. Maka kini tiba saatnya pribadi yang bersangkutan belajar menyesuaikan diri lebih baik lagi terhadap tuntutan situasi-kondisi baru yang masih penuh tantangan, yang harus dijawab dan dijalani.
(2) Masa purnakarya ini diantisipasikan sebagai pengalaman baru, atau sebagai satu periode hidup baru, yang mungkin masih akan memberikan kesan-kesan indah dan menakjubkan di masa mendatang. Pribadi yang bersangkutan harus bisa menerima, bahwa masa lampau memang sudah lewat, dan harus dilupakan atau dilepaskan dengan perasaan tulus ikhlas. Dan tidak mengharapkan pengulangan kembali pengalaman lama dengan rasa kerinduan mitis (mitos) atau secara sentimentil.
(3) Segala kebahagiaan, dan puncak kehidupan yang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, juga semua ujian dan derita-nestapa sudah dilalui dengan hati pasrah. Namun perjalanan hidup seterusnya masih harus dilanjutkan dengan ketabahan dan rasa tawakal. Sebab pada masa usia tua ini masih saja ada misi-misi hidup yang harus diselesaikan sampai tuntas; di samping harus memberikan kebaikan dan kecintaan kepada lingkungan sekitar.
(4) Peristiwa kepurnakaryaan supaya diterima dengan kemantapan hati sebagai anugerah Ilahi, dan sebagai kebahagiaan yang diberikan oleh lingkungan masyarakat manusia sebagai edisi hidup baru yang harus diisi dengan darmabakti dan kebaikan. Memang tidak banyak yang bisa dilakukan oleh para mantan pada sisa hidupnya yang sudah “senja”. Tetapi setidak-tidaknya seperti keindahan panorama senja yang masih memberikan kecemerlangan mistis yang gilang-gemilang, memberikan kebaikan kepada anak-cucu, generasi penerus serta masyarakat pada umumnya.
(5) Sebaiknya tidak melakukan pembandingan dengan siapa atau apapun juga; sebab usaha sedemikian itu akan sia-sia, dan menjadikan hatinya “nelangsa“, serta meratap sedih, ngresula/kecewa. Ada kalanya bisa memacu diri-nya untuk berbuat “ngaya” di luar batas kemampuan sendiri dan tidak wajar. Setiap relasi sosial yang baru di masa sekarang, sudah tidak lagi dibebani oleh ikatan dan kekecewaan macam apapun. Hidup ini dihadapi dengan hati tulus, polos, sabar, narima, jernih.
(6) Membebaskan diri dari nafsu-nafsu, ambisi-ambisi, keinginan berkuasaan atau nafsu untuk memiliki. Apa yang didambakan dalam sisa hidup sekarang ialah: tenang, damai dan sejuk di hati. Kalbunya sudah mantap, tidak terbelah oleh macam-macam kontradiksi, ambisi, dan fikiran khayali. Sebab sekarang sudah menjadi pribadi yang mampu menyambut akhir hayat dengan senyum dan kemantapan.

Bagi jiwa-jiwa yang menerima, maka segala apa pun yang kan terjadi di depannya akan mampu dihadapi dengan besar hati. Karena dari setiap kejadian pasti ada hikmah yang menyertainya. Setiap kita hendaknya sadar bahwa dimensi kesehatan bukan hanya jasmaniah saja, tetapi rohani (mentalitas) juga memegang peranan penting (important role) dalam menentukan kesehatan seseorang. Awali segala sesuatu dengan pikiran positif (positive thingking/huznudzon) sehingga mental-mental positif dalam diri kita akan tumbuh dengan subur. Mari kita wujudkan cita-cita Indonesia Sehat dimulai dari diri kita masing-masing, keluarga dan lingkungan sekitar kita.
Contoh : 
Power Syndrome SBY, Reaktif Terfitnah dan Terzolimi – Power Sysndrome itu nyata ada, SBY sepertinya mengalaminya. Ketika sudah tidak berdaya karena tidak pegang kekuasaan, maka sekarang rajin mengelu dan curhat tentang keterzolimannya, tentang keterfitnahannya. Ini sangat berbeda ketika dulu SBY berkuasa selama 10 tahun, sekarang SBY rajin mengumumkan bahwa dirinya terfitnah dan terzolimi.
Power Syndrome SBY, Reaktif Terfitnah dan Terzolimi
Power Syndrome SBY, Reaktif Terfitnah dan Terzolimi
Rezim itu persis seperti rombongan tukang bangunan yang harus merenovasi sebuah bangunan. Ketika rombongan tukang itu menemukan beberapa pengerjaan yang kurang baik yang dikerjakan oleh rombongan tukang terdahulu maka teriak-teriaklah mereka. Pasang kaso kurang lurus, sudut kurang siku, pasang kusen kurang ngelot, penyambungan listrik terbalik-balik, pipa pralon kurang dilem sebagaimana mestinya, ngecat belang-belang, ruangan tidak siku. Itulah hal-hal yang diteriakkan oleh rombongan tukang baru, dan biasanya dengan gagahnya menyalahkan rombongan tukang lama.
Demikian juga dengan rezim, dimana masalahnya sangat lebih komplek, sangat lebih rumit, sarat kepentingan, sangat ruwetlah. Untuk menghibur diri dan memupuk rasa percaya diri maka yang dilakukan adalah menyalahkan rezim sebelumnya. Rezim baru mewarisi pertumbuhan ekonomi yang hanya 4,7 % dari rezim SBY,  Rezim SBY tidak berupaya membubarkan PETRAL bahkan Sudirman Said nyata-nyata menyatakan bahwa upaya pembubaran PETRAL berhenti di meja SBY, Korupsi merajalela di jaman SBY bahkan ketika SBY berdiri paling depan untuk memberantas korupsi maka anak buahnya pesta pora.
Ketika sekarang SBY sudah tidak memegang tampuk kekuasaan, maka tabiat lama muncul kembali, yaitu menggunakan pencitraan terzolimi, pencitraan teraniaya. Wajar saja karena dengan cara itu SBY bisa melesat mengalahkan mentornya yaitu Megawati. Waktu itu Taufik Kiemas mengatakan :”Jendral kok cengeng seperi anak kecil, mengeluh kemana-mana hanya karena tidak diajak rapat”. Ucapah taufik Kiemas menjadi titik balik luar biasa, sekarang muncul lagi hujatan-hujatan, siapa tahu salah satu hujatan itu akan melambungkan lagi nama SBY. Ya sekarang SBY mengalami power sysndrome, reaktif teraniaya, reaktif terzolimi dan reaktif terfitnah.
Semoga bermanfaat 

Sumber :
  1.  jengpanca.WordPress.com
  2. http://alexmulyoto.com/tag/power-syndrome-sby/

No comments:

Post a Comment