Translate

Monday, May 4, 2015

syiah houthi

Pastinya sudah tau pemberontakan syiah houthi dunk yang sering muncul di tipi2 national.....dah tau belum apa Dan siapa syiah houthi ?n katanya pbb kaum syiah houthi ini sudah mengalami diskriminasi di yaman,bener gak ? cekidot deh......

Dari Zaidiyah ke Rafidhah

Ibnu Ali Zaidi, seorang penganut Syiah Zaidiyah  yang memimpin pemberontakan pada abad kedelapan melawan Khalifah Muslim Umayyah .   Syiah Zaidiyah  (Haashimites) menguasai sebagian besar bagian utara Yaman selama lebih dari 1.000 tahun. Namun pada tahun 1962, kaum republik menjatuhkan kekuasaan Imam  Zaidi , Mohammad al-Badr, dalam sebuah perang saudara di utara Yaman.   Sementara semua suku Houthi adalah penganut Syiah Zaydis, tapi tidak semua Syiah Zaydiyah adalah suku Houthi.   Syiah Zaidiyah merupakan sebuah komunitas yang pernah memerintah Yaman selama seribu tahun silam sekitar akhir abad ke-7 hingga awal abad ke-8 (284 H). Kekuasaan itu diperoleh seteleh berhasil menang melawan khilafah Turki Utsmani pada tahun 1915.   Kalangan Syiah Zaidiyah juga populer dengan sebutan Zaidis, yang dinisbatkan kepada Imam Zaid bin Ali bin husein bin Ali Abi Thalib sekaligus pelopor berdirinya manhaj ini. Kalangan Sunni kerap juga menyebut mereka dengan fivers (imam ke-5).   Dalam kesehariannya, pengikut Zaidiyah asli berinteraksi dengan Al-Quran dan sunnah layaknya kaum muslimin ahlu sunnah lainnya, kendatipun mereka memiliki sekumpulan pendapat berbeda terkait imamah.   Zaidiyah membatasi imamah pada keturunan Ali bin Abi Thalib, dan tidak menentukan secara eksplisit orang tertentu dari keturunan tersebut. Sehingga mereka mengatakan, seseorang yang memenuhi kriteria, seperti keturunan Fatimah, berilmu, bertakwa, dan memiliki pandangan yang baik mesti mencalonkan dirinya sendiri. Apabila dia terpilih maka imamahnya sah.   Berbeda dengan Zaidiyah, Syiah 12 tidak mengakui Zaid bin Ali sebagai imam. Sebaliknya, kalangan Zaidiyah tidak sepakat dengan Syiah 12 bahwa para imam yang dua belas itu ma’sum (terbebas) dari kesalahan, baik dalam akidah taqiyah (berpura-pura), raj`ah (kembalinya Imam Mahdi versi Syiah), badâk (Allah tak tahu masa depan).   Syiah Zaidiyah tidak menghina sahabat seperti Syiah 12 yang menghina para sahabat Rasululllah. Zaidiyah juga tidak meyakini bid’ah-bid’ah dan kurafat yang diyakini Syiah 12. Selain itu, para Syiah Zaidiyah secara totalitas tidak percaya kebenaran mutlak para imam. Mereka tidak sepenuhnya yakin bahwa para imam mendapatkan bimbingan langsung dari Tuhan.    Syiah Zaidiyah juga tidak setuju bahwa imâmah harus diberikan secara turun temurun, kecuali apa yang telah dilakukan Imam Ali kepada kedua anaknya, Hasan dan Husein. Meskipun Badruddin al-Hutsri sudah hijrah ke Tehran, namun pengaruh pemikiran Syiah Itsna Asyariyahnya tetap hidup di Yaman, khususnya di wilayah Sa’dah.   Bagaimana tidak, dia adalah seorang tokoh yang mendirikan pusat pengajian Zaidiyah yang berjasa dan mengembangkan mazhab tersebut di Yaman.

Munculnya Houthi

Kisah munculnya Syiah Houthi bermula dari sebuah desa atau kota kecil yang bernama Sha’dah. Sebuah kota yang terletak 240 Km di utara ibu kota Shan’a. Di sana terdapat perkumpulan terbesar orang-orang Syiah Zaidiyah di Yaman. Pada tahun 1986, dibentuklah di sana sebuah perkumpulan untuk mempelajari ajaran-ajaran Syiah Zaidiyah. Perkumpulan itu disebut dengan Ittihad asy-Syabab (Persatuan Pemuda). Untuk memperlancar proses pembelajaran di sana, salah seorang ulama Zaidiyah yang bernama Badrudin al-Houthi mendatangkan para pengajar dari berbagai daerah untuk menetap di wilayah Sha’dah.
Pada tahun 1990, Yaman Utara dan Yaman Selatan pun bersatu membentuk negara demokrasi baru yang bernama Republik Yaman. Sistem demokrasi menuntut adanya partai politik dan parlemen. Saat itulah Ittihad asy-Syabab menjelma menjadi partai politik dengan nama baru Partai al-Haq (Hizbul Haq) sebagai penyambung aspirasi Syiah Zaidiyah di Republik Yaman. Dari partai itu juga muncul seorang kadernya yang bernama Husein bin Badruddin al-Houthi, anak dari Badrudin al-Houthi. Ia menjadi seorang politisi yang terkenal dan menjadi anggota parlemen (DPR) Yaman pada 1993-1997 dan 1997-2001.
Badruddin al-Houthi
Badruddin al-Houthi, penyebar ajaran Syiah Itsna Asyariyah di Yaman

Seiring perkembangan pemikiran Syiah Zaidiyah di negeri Yaman, muncullah keretakan hubungan antara Badruddin al-Houthi dengan ulama-ulama Zaidiyah lainnya. Hal itu ditengarai fatwa ulama-ulama Zaidiyah yang menyelisihi pakem ajaran Syiah selama ini. Mereka membolehkan para pengikut Syiah Zaidiyah untuk memilih seorang pemimpin atau tokoh agama walaupun bukan dari keturunan Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalibradhiallahu ‘anhum. Badruddin yang merupakan seorang penganut sekte Jarudiyah (salah satu sekte Zaidiyah yang dekat dengan Syiah Itsna Asyariyah) menolak keras fatwa ini. Saat itulah ia mulai cenderung kepada Syiah Itsna Asyariah lalu terang-terangan membela pemikiran tersebut. Tidak hanya itu, ia juga mulai mengkritik pemikiran Syiah Zaidiyah. Karena hal ini, Badruddin pun diasingkan ke Teheran, ibu kota Iran.
Meskipun Badruddin al-Hutsri sudah hijrah ke Teheran, namun pengaruh pemikiran Syiah Itsna Asyariyahnya tetap hidup di Yaman, khususnya di wilayah Sha’dah. Bagaimana tidak, ia adalah seorang tokoh pendiri studi Zaidiyah yang berjasa mengembangkan madzhab tersebut di Yaman dan tentu saja memiliki kesan yang mendalam bagi pengikutnya di sana. Kepergian Badruddin ke Iran bersamaan dengan pengunduran diri Husein bin Badruddin dari Partai al-Haq. Ia membentuk kelompok baru yang pada awal berdirinya hanya bergerak di bidang keagamaan saja. Namun kemudian, kelompok ini bergabung dengan pemerintah melawan Partai Persatuan Yaman yang merupakan perwakilan Ahlussunnah. Pada tahun 2002, kelompok ini malah berbalik menjadi oposisi pemerintah.
Kelompok Husein al-Houthi pun kian menguat dan berhasil menekan Presiden Ali Abdullah Shaleh agar mengeluarkan kebijakan mengembalikan Badruddin al-Houthi ke tanah airnya Yaman. Karena tidak mengetahui bahaya gerakan Syiah Itsna Asyariyah, Presiden Ali Abdullah Shaleh pun menyetujui kepulangan Badruddin al-Houthi ke tanah Yaman.
Ideologi Syiah Houthi
Sama sepertinya Syiah di Indonesia, Iran, Libanon, Irak, Bahrain, dan mayoritas Syiah yang ada di dunia, pemberontak Houthi pun berideologi Syiah Itsna Asyariyah atau Syiah 12 Imam. Di antara ideologi gerakan ekstrim ini adalah:
  • Ideologi imamah, yaitu bentuk ideologi yang berkeyakinan bahwa kepemimpinan tidak sah kecuali dari keturunan Ali bin Abi Thalib.
  • Membangkang kepada pemerintah dan menyiapkan diri untuk berhadapan dengan pemerintah.
  • Memprovokasi dan membangkitkan semangat pengikutnya untuk memerangi Ahlussunnah. Karena Ahlussunnah meridhai selain Ali jadi khalifah, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiallahu ‘anhum ajma’in.
  • Memuji-muji revolusi Khomeini dan Hizbullah Libanon. Mereka menjadikan keduanya sebagai teladan yang wajib dicontoh perjalannya.
  • Memusuhi tiga khalifah pertama dan para sahabat nabi secara umum. Karena dari kaca mata ideologi Houthi dan Syiah 12 Imam, tiga khalifah pertama dan para sahabat nabi adalah sumber bencana pada umat ini. Badruddin al-Houthi mengatakan, “Saya pribadi meyakini kekafiran mereka (para sahabat pen.). Mereka (para sahabat) berada di jalan yang berbeda dengan Rasulullah ﷺ.”
  • Mereka mengajarkan mencela dan melaknat istri-istri Rasulullah ﷺ dan para sahabat beliau.
Husein al-Houthi mengatakan, “Seluruh kejelekan yang ada pada umat ini.., setiap kezaliman yang terjadi pada umat ini… dan segala bentuk penderitaan yang dirasakan umat ini… adalah tanggung jawab Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Khususnya Umar, dialah sutradaranya”.
Ia juga berkata tentang baiatnya para sahabat kepada Abu Bakar setelah Rasulullah wafat: “Dampak kejelekan baiat itu masih terasa hingga sekarang”.
Pendiri gerakan separatis ini juga mengatakan, “Permasalahan Abu Bakar dan Umar adalah permasalahan besar. Merekalah dalang semua (keburukan) yang didapat umat ini”.
Karena itu, di Iran mereka melakukan revolusi. Di Bahrain melakukan pemberontakan. Di Libanon mereka menguasai kebijakan negara dengan militer non pemerintah yakni grup Hizbullah. Di Yaman mereka memberontak. Di Indonesia? Mereka pun sama. Mereka adalah Syiah 12 Imam.
  • Secara khusus mereka sangat membenci Umar. Seorang sahabat yang agung yang memadamkan api majusi dengan menaklukkan imperium Persia.
Husein al-Houthi mengatakan, “Muawiyah adalah buah di antara kejelekan Umar. Dan tidak hanya Muawiyah saja racun dari kejelekan Umar bin al-Khattab, Abu Bakar juga merupakan hasil dari kejelekannya. Demikian juga dengan Utsman, ia juga hasil kejelekan Umar”.
Bukti Eratnya Hubungan Houthi dengan Negara Syiah Lainnya
  • Husein bin Badruddin al-Houthi sangat terpengaruh dengan perjalanan hidup Khomaini. Ia berazam sekuat tenaga mewujudkan dan menjadikan Yaman seperti Iran.
  • Salah seorang saudaranya mempelajari metode revolusi dalam sebuah seminar praktik “Ittihadu asy-Syab al-Mukmin” yang diadakan pada tahun 1986 atas sponsor Iran.
  • Setelah ayahnya (Badruddin al-Houthi) kembali dari Teheran, ibu kota Iran, mulai banyak terjadi perselisihan dengan ulama-ulama madzhab Syiah Zaidiyah.
  • Kunjungan pemberontak Houthi ke Iran dan kunjungan balik Iran ke Yaman dalam pertemuan-pertemuan rahasia terkait “Ittihadu asy-Syab al-Mukmin” sebagai persiapan revolusi di Yaman.
  • Pembelaan televisi-televisi Syiah semisal al-Alam di Iran, al-Manar milik Hizbullah Libanon, dll. terhadap pemberontak Houthi saat pemberontak ini berperang dengan pemerintah Yaman.
  • Militer Yaman menemukan senjata-senjata Iran pada pemberontak Houthi.
  • Ditemukan dokumen di rumah sakit Iran di ibu kota Shan’a. Dokumen itu menunjukkan keterlibatan Iran dalam operasi spionase (mata-mata), dukungan keuangan, dan militer untuk Houthi. Rumah sakit Iran itu pun akhirnya ditutup oleh pemerintah Yaman.
  • Adanya lambang Hizbullah Libanon di markas-markas Houthi.
  • Sejak keberhasilan revolusi berdarah di Iran, Khomaini memang bertekad mengadakan revolusi serupa di negara-negara Arab.
  • Terdapat pejuang-pejuang Syiah Irak di baraisan pemberontak Houthi.
  • Orang-orang Syiah baik di Iran maupun yang lain, marah besar atas serangan terhadap pemberontak Houthi.
Bahaya dan Ancaman Gerakan Houthi
  • Pemikiran yang paling berbahaya dari kelompok pemberontak ini adalah keyakinan bahwa Imam Mahdi (versi Syiah) akan datang ke dunia. Oleh karena itu, perlu dilakukan persiapan tanah tempat kedatangannya untuk kemudian “membebaskan” dua tanah haram, Mekah dan Madinah. Kerajaan Arab Saudi harus segera dihancurkan. Kita bisa menyaksikan saat ini, Syiah berusaha mengepung kerajaan ini dengan men-Syiah-kan Irak, Libanon, dan Suriah untuk memagari Arab Saudi di bagian utara. Yaman di bagian selatan. Usaha untuk menguasai Mesir di sebelah barat. Dan Iran sendiri di sebelah Timur.
  • Dalam buku Ashru azh-Zhahir yang ditulis oleh seorang Syiah, Ali Kurani al-Amili, ditegaskan bahwa banyak terdapat hadits dari ahlul bait tentang revolusi Islam di Yaman.Yaman adalah tanah yang disiapkan untuk kedatangan Mahdi. Di dalam kitab tersebut disebutkan bahwa pimpinan revolusi bernama “al-Yamani” seorang Yaman yang bernama Hasan atau Husein dari keturunan Zaid bin Ali. Al-Yamani ini keluar dari daerah yang disebut Kur’ah. Sebuah desa di daerah Khaulan dekat Sha’dah.
Dialog Buntu, Operasi Militer Ditempuh
Bukan rahasia lagi, bahwa grup-grup ekstrim Syiah di dunia Arab memiliki hubungan erat dengan Iran. Negara para mullah ini seolah-olah menjadi ayah bagi para ekstrimis Syiah di Timur Tengah. Mereka mensponsorinya dan berdiri satu barisan bersama mereka. Iran dan agen-agennya di Timur Tengah sudah tidak bisa dipercaya lagi. Mereka selalu memainkan peran sebagai penipu dimanapun mereka berada. Politik damai sudah sangat jauh dari kata manjur mengatasi kezaliman mereka. Operasi militer pun harus ditempuh.
Diam-diam, pemberontak Houthi dibantu oleh mantan presiden Yaman yang digulingkan, Ali Abdullah Shaleh, untuk merebut ibu kota Shan’a dengan kekerasan dan teror. Padahal Ali Abdullah Shaleh ini punya hutang nyawa dengan Arab Saudi. Ia diselamtkan Raja Abdullah para pemberontakan yang hendak membunuhnya saat Arab Spring beberapa tahun silam.
Setelah berhasil merebut ibu kota Shan’a, grup pemberontak yang disupport Iran ini menutup setiap kemungkinan upaya rekonsiliasi yang diupayakan oleh negara GCC (Gulf Cooperation Council: Saudi Arabia, Kuwait, the United Arab Emirates, Qatar, Bahrain, dan Oman). Presiden Yaman, Abdrabbo Mansour Hadi, akhirnya meminta negara-negara Teluk, Liga Arab, dan komunitas internasional untuk campur tangan menghadapi pemberontakan berdarah yang dilakukan oleh separatis Houthi.
Arab Saudi dan negara anggota GCC (kecuali Oman), Yordania, Mesir, Sudan, Maroko dan Pakistan bahkan termasuk Turki menjawab panggilan tersebut dengan operasi militer yang dinamai dengan Decisive Storm.
Iran dan media-medianya Syiahnya –termasuk media-media Syiah di Indonesia- mengecam keras operasi militer ini. Tidak heran rezim Iran membela kelompok teroris ini, karena sebelumnya pun mereka telah menjadi sumber utama pergolakan dan ketidak-stabilan di berbagai wilayah. Terutama di Suriah, Libanon, Irak, dan Yaman. Karena itu jangan heran mereka menyebut aksi pembebasan kemanusiaan ini dengan penjajahan dan agresi militer.
Jika Yaman menjadi sekutu Iran, tentu keamanan Mekah dan Madinah kian terancam. Mereka bisa meluncurkan rudal-rudal balistik dari pangkalan militer di Yaman, “membebaskan” dua tanah suci dan menghancurkan Arab Saudi.
Awal Peperangan dengan Separatis Houthi
Pada tahun 2004, terjadilah demonstrasi besar-besaran. Orang-orang Houthi dipimpin oleh Husein al-Houthi turun ke jalan menentang sikap pemerintah yang mendukung ekspansi Amerika ke Irak. Pemerintah Yaman merespon demonstrasi tersebut dengan sikap represif. Dalam demonstrasi tersebut orang-orang Houthi menyuarakan Mahdi di tengah-tengah mereka bahkan kenabian pun ada pada mereka. Sejak saat itulah pemerintah Yaman menanggapi gerakan Houthi dan Syiah secara serius.
Orang-orang Syiah berdemonstrasi di jalan-jalan Yaman sambil membawa slogan dan foto-foto tokoh Syiah
Orang-orang Syiah berdemonstrasi di jalan-jalan Yaman sambil membawa slogan dan foto-foto tokoh Syiah
Pemerintah Yaman mengumumkan perang terbuka dengan gerakan Syiah dan Houthi. Penangkapan anggota Houthi dan penyitaan senjata-senjata mereka pun digelar besar-besaran. Tidak hanya itu, pemerintah menginstruksikan untuk membunuh Pemimpin Houthi, Husein Badruddin al-Houthi.
Setelah Husein al-Houthi terbunuh, kepemimpinan gerakan ini beralih ke tangan ayahnya, Badruddin al-Houthi. Badruddin cukup berhasil melakukan strategi baru menghadapi pemerintah Yaman. Mereka diam-diam mempersenjatai diri, untuk kemudian mengadakan perlawanan terhadap pemerintah.
Pada tahun 2008, Qatar memfasilitasi perjanjian damai antara pemerintah Yaman dengan Houthi. Dua orang saudara kandung Husein al-Houthi yakni Yahya al-Houthi dan Abdul Karim al-Houthi datang ke Qatar untuk menyerahkan persenjataan mereka kepada pemerintah Yaman. Namun perjanjian damai ini tidak berlangsung lama dan perang baru pun kembali terjadi. Bahkan Houthi tampil lebih kuat dengan mengupayakan kekuasaan penuh atas wilayah Sha’dah. Mereka merapat ke pinggir Laut Merah untuk memudahkan pasokan logistik perang dari luar Yaman.
Dakwah Syiah Houthi kian terang-terangan dan perlawan mereka pun kian menantang. Saat ini, karena kekuatan mereka semakin bertambah, mereka tidak lagi menuntut pemisahan wilayah Sunni dan Syiah, mereka malah bertujuan menguasai wilayah Yaman secara keseluruhan.
Sebab Kekuatan Houthi
Ada beberapa hal yang menjadikan sekelompok gerilyawan Houthi begitu kuat hingga bisa merepotkan pemerintah Yaman.
Pertama: bantuan Iran. Iran adalah Negara Syiah Itsna ‘Asyariyah yang begitu aktif menyebarkan ideologinya ke seluruh negeri-negeri muslim. Bahkan keinginan kuat itu sudah muncul sejak mula, ketika revolusi Syiah Iran berhasil menumbangkan rezim Syah Pahlevi, Khomeini sang pemimpin revolusi langsung menyatakan melalui siaran radio bahwa revolusi Syiah mereka akan terus menyebar hingga menuju Mekah dan Madinah.
Penulis mendapat kabar dari beberapa relawan Yaman saat terjadi perang di Damaj, bahwa banyak pejuang-pejuang Syiah di sana bertutur dengan Bahasa Parsi dan berpaspor Iran. Artinya, Iran tidak hanya menyumbang logistik perang saja, tapi mereka juga menerjunkan tentara garda republik mereka untuk membela kepentingan Syiah Houthi dan membela kepentingan Syiah Itsna Asyariyah di dunia Arab.
Kedua, berhasilnya Houthi memenangkan perang opini melawan pemerintah. Sebagaimana kita ketahui, Yaman adalah salah satu negara termiskin dan tertinggal di Jazirah Arab. Banyak masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Kekeringan adalah pemandangan yang merata di daerah yang dulunya terdapat negeri Saba’, negeri yang subur dan makmur itu. Pembangunannya pun tak kalah menyedihkan, statis dan tidak bergerak. Bahkan ada seorang perantau yang mengisahkan bahwa tidak ada perbedaan antara bandara Shan’a yang ia tinggalkan belasan tahun yang lalu dengan bandara Shan’a yang ada sekarang. Tidak ada infrastruktur baru dan pembangunan yang membuatnya menjadi berubah.
Houthi berhasil mengankat isu-isu kondisi ekonomi, sosial, dan pembangunan Yaman yang sangat buruk sebagai bukti kegagalan pemerintah dalam mebangun negeri nenek moyang bangsa Arab itu. Akhirnya, rakyat pun simpati dengan gerakan separatis ini. Meskipun mereka tidak sepakat secara ideologi.
Ketiga, tribalisme atau budaya kesukuan. Yaman merupakan negara yang masyarakatnya sangat kental dengan kekabilahan. Pengaruh suku dan kabilah masih dijunjung tinggi oleh masyarakat di sana. Syiah Houthi mendapat cukup banyak dukungan dari para tetua kabilah yang beroposisi dengan pemerintah.
Keempat, faktor geografi Yaman. Kontur pegunungan di Yaman cukup menyulitkan bagi militer pemerintah untuk mengepung separatis Houthi. Mereka menjadikan gunung-gunung dan perbukitan sebagai benteng dan menjadikan gua-gua sebagai tempat persembunyian. Ditambah lagi teknologi militer yang masih sederhana menambah kebutaan tentara pemerintah untuk memantau persembunyian-persembunyian mereka.
Kelima, instabilitas politik Yaman. Maraknya demonstrasi yang menuntut dis-integrasi Yaman untuk kembali menjadi Yaman Selatan dan Yaman Utara kembali muncul. Bahkan mantan presiden Yaman Selatan, Ali Salim al-Beidh, keluar dari persembunyiannya di Jerman turut memanaskan kondisi dengan mengampanyekan tuntutan serupa. Tentu saja konsentrasi intelejen pemerintah terpecah, antara menghadapi oposisi dan separatis Houthi.
Cita-cita Negara Syiah Raya
Sejarah mencatat bahwa Syiah pernah begitu digdaya dengan Kerajaan Fatimiyah dan Kerajaan Shafawiyah. Khususnya Fatimiyah, mereka pernah menguasai seluruh Jazirah Arab, termasuk Mekah dan Madinah. Dan saat ini, Republik Syiah Iran ingin bernostalgia dengan kejayaan masa lalu tersebut. Hal itu mereka wujudkan dengan mengulirkan revolusi Syiah Iran ke berbagai negeri Islam di dunia, khususnya di Arab.
Baru-baru ini, anggota parlemen Iran yang bernama Ali Ridha Zakani mengatakan “Saat ini, tiga ibu kota negara Arab sudah berada di genggaman Iran. Mereka semua mengikuti jejak langkah revolusi Iran”. Ujar anggota parlemen wakil dari Teheran itu, sebagaimana dikutip dari laman website surat kabar almesryoon. Tiga ibu kota yang dimaksud oleh Zakani adalah (1) Beirut, ibu kota Libanon, (2) Damaskus, ibu kota Syria, dan (3) Baghdad, ibu kota Irak. Kemudian Zakani melanjutkan pernyataannya bahwa apa yang sedang terjadi di Shan’a, Yaman, juga merupakan perpanjangan dari revolusi Iran. Di hadapan anggota parlemen, ia menyebut bahwa saat ini Iran sedang menghadapi al-Jihad al-Akbar. Istilah itu ia sebut untuk menamakan proses penyebaran revolusi Iran di negeri Arab atau bahkan di dunia Islam.
Islam Perangi Syi'ah, Yahudi Tertawa? Kenapa Saudi Arabia Tidak Serang Yahudi untuk Bebaskan Al-Aqsha, kok malah Serang Syi'ah?
Jika ada yang bertanya:
Kenapa Saudi beserta koalisinya justru menyerang Yaman dan tidak mengarahkan pesawat-pesawatnya untuk membebaskan Palestina?
Maka jawabannya adalah KISAH SHALAHUDDIN AL-AYYUBI berikut ini,
Ketika Shalahuddin al-Ayyubi memutuskan untuk menghancurkan kaum Syiah Rafidhah dan Daulah al-'Ubaidiyyah di Mesir, ada bertanya:
"Mengapa Anda memerangi kaum Syiah Rafidhah dan Daulah al-'Ubaidiyyah di Mesir, tapi membiarkan kaum Romawi Salibis (Kristen) menguasai Baitul Maqdis dan wilayah Palestina?"
Beliau menjawab: "Aku tidak akan memerangi kaum Salibis lalu membiarkan 'punggung'ku tersingkap di hadapan kaum Syiah!"
Maka beliau pun membasmi Daulah al-'Ubaidiyah di Mesir, Maghrib dan Syam, setelah itu, beliau pun memimpin penaklukan kembali Baitul Maqdis dan membersihkan Masjid al-Aqsha dari kenistaan kaum Salibis
{Lihat: al-Bidayah wa al-Nihayah oleh Ibnu Katsir, berdasarkan status Syekh Abdullah al-Ramadhany}
Kisah Shalahuddin Al-Ayubi membasmi Syi'ah -kisahmuslim.com/shalahuddin-al-ayyubi/
Dendam Syi'ah kepada Shalahuddin Al-Ayubi -kisahmuslim.com/dendam-syiah-kepada-shalahuddin-al-ayyubi/
# Islam Perangi Syi'ah, Yahudi Tertawa? #
Tidak sedikit saudara-saudara kita yang awam menganggap pertempuran Arab Saudi dan koalisi melawan Syiah Houthi yang didukung Iran adalah pertempuran yang akan membuat senang Israel karena sesama umat Islam berperang.
Sebentarr... tahan sejenak.. keberadaan Pemberontak Syiah Houthi di perbatasan Arab Saudi justru akan mengancam tanah haram, Mekah dan Madinah
Dan memerangi mereka malah membuat musuh merasa kehilangan alat untuk mengacau negeri muslim
Cerita serupa pernah terjadi dalam peperangan Kerajaan Shafawi yang berpaham Syiah dengan Kerajaan Turki Utsmani yang berpaham Ahlussunnah
Musuh-musuh Islam malah terancam dengan kekalahan Syiah Shafawi karena mereka punya kepentingan yang sama terhadap Islam
Simak trilogi kisahnya di bawah ini:
Trilogi Kisah Iran dan Daulah Shafawi

Wallahu A'lam Bishawab


Semoga bermanfaat....

Diolah Dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment